KH Ali Imron bin KH Muhammad Faqih merupakan Pengasuh Pondok Pesantren Baitul Arqom, Lembur Awi, Kabupaten Bandung. Ia lahir pada Rabu 15 Oktober 1936, merupakan putra ke empat dari sembilan bersaudara dari pasangan mama KH Muhammad Faqih dan Hj Maryamah.
Sosoknya dikenal sebagai figur kiai yang lemah lembut dan bijaksana serta tegas dalam prinsip. Dalam hal afiliasi dakwahnya ke dalam organisasi Nahdlatul Ulama (NU), dapat dipastikan itu karena dakwahnya sangat kental dengan pola dakwah NU yang mengedepankan pendekatan sosiologis kultural dari pada yuridis formal. Di saat banyak para ulama Jawa Barat yang “kecewa” dengan sikap NU yang cenderung lembek dalam mempertahankan klausul syariat Islam dalam Piagam Jakarta, ia justru turut bergabung dengan organisasi keagamaan tersebut hingga akhir hayatnya.
“Beliau itu merupakan figur ulama yang sangat bijak. Suatu ketika, saat saya turut membaktikan diri menjadi asatidz di Pesantren Baitul Arqom yang beliau pimpin, saya diberhentikan oleh salah satu keluarga yang juga memiliki wewenang pengurusan pesantren, dengan alasan terindikasi bukan sebagai warga NU. Namun ketika beliau mengetahui pemecatan tersebut, saya pun dipertahankan menjadi asatidz pesantren,” Demikian dituturkan oleh Agus Burhanudin, salah satu muridnya yang di kemudian hari menjadi pendidik handal dan kini menjadi salah satu dosen tetap di STAI Baitul Arqom.
Riwayat Pendidikan
Selepas mengenyam pendidikan di SR (Sekolah Rakyat) di Leuburawi, Ciparay, pada tahun 1948. Pak Haji, sapaan masyarakat setempat, atau pada waktu kecil lebih akrab dengan panggilan “Aceng”, meneruskan sekolah serta mondok di Pondok Pesantren Gunung Puyuh, Sukabumi selama 3 tahun, dan mengikuti pesantren kilat (pasaran) di beberapa pesantren ternama di Sukabumi, Cianjur, dan Bogor. Rasa haus akan ilmu telah mendorong beliau keluar dari Gunung Puyuh, untuk meneruskan pengembaraan ilmiyahnya ke Pondok Pesantren Al-Islamiyah Menes Pandeglang Banten.
Pada tahun 1951-1952, ia pernah tercatat sebagai salah satu mahasiswa di Akademi Bahasa Asing di Cikini Raya, Jakarta Pusat. Kemudian pada tahun 1952-1963 kembali menjadi santri salah satu pesantren yang sangat terkenal di Jawa Barat, yaitu Pondok Pesantren Cintawana, Singaparna. Sewaktu mondok di sana, ia ditugaskan oleh gurunya (KH Ishak Farid) untuk studi banding ke beberapa pondok pesantren di Jawa Tengah, Jawa Timur serta Madura. Sebagai hasil dari read banding, di pondok pesantren Cintawana pengajian santri ditetapkan dengan sistim klasikal.
Berikut penggalan perjalanan KH Ali Imron:
- Tahun 1958 mendirikan majelis Wajib Belajar sebagai cikal bakal Madrasah Ibtidaiyah Baitul Arqom.
- Tahun 1961 bersama ibunda dan kakanda tercinta menunaikan ibadah haji ke Baitulloh.
- Tahun 1967 mendirikan Pendidikan Guru Agama (PGA) four tahun sebagai embrio berdirinya Mts dan MA Baitul Arqom.
- Tahun 1976 mendirikan sekolah Tinggi Ilmu Syahriah Filial (Kelas Jauh) IAIN Sunan Gunung Djati Bandung.
- Tahun 1998 tepatnya 28 April mendidikan Pondok Pesantren Al-Istiqomah, Ciparay.
Pengalaman organisasi
- Ketua PAC GP Ansor Kecamatan Pacet (1976).
- Ketua MWC NU Kecamatan Pacet (1970).
- Pengurus Cabang NU Kabupaten Bandung (1972).
- Katib Syuriah PCNU Kabupaten Bandung (1979).
- Katib Syuriah PWNU Jawa Barat (1982).
- Rois Syuriah NU Kabupaten Bandung (1989-1999).
- Wakil Rois Syuriah NU Jawa Barat (1991-2001).
- Mustasysar NU Kabupaten Bandung (1999-2004).
- Ketua MUI Kabupaten Bandung (1991-1995).
- Duta BKKBN dari Indonesia bersama lima kyai ke lima negara di Timur Tengah [Tunisia, Yordania, Mesir, Saudi Arabia dan Maroko] dan kunjungan ke dua negara Eropa [Italia, Belanda] (1991).
- Mutasysar PWNU Jawa Barat (2001-2006).
Pada hari senin 28 Rabiul Tsani 1426 H, tepatnya 6 juni 2005. Pak Haji berpulang ke Rahmatullah pada pukul 16.30 WIB. Banyak pihak yang merasa kehilangan dengan wafatnya KH Ali Imron, dari mulai Pemerintah setempat hingga masyarakat umum. Beragam ungkapan bela sungkawa serta berjubelnya pelayat adalah bukti betapa mereka sangat menghormati dan menyayangi tokoh yang satu ini.
Pesantren Baitul Arqom sebagai tempat penyemaian benih-benih ulama, telah kehilangan sumber pembibitnya. Sosok yang responsife dengan persoalan umat. Sosok yang tawadhu, bersahaja, arif dan bijaksana, kini hanya tinggal kenangan.
Berikut komentar dari beberapa tokoh mengenai sosok kiai arif dan bijaksana ini:
“Papah tidak hanya seoarang ayah di rumah ini, tapi juga ayah buat banyak masyarakat. Di mata keluarga, papah tidak hanya jadi seorang ayah yang baik tapi juga sahabat yang baik, pemimpin yang bijaksana, selalu memposisikan diri dengan baik sesuai dengan keadaan anak-anaknya. Semua tentang papah begitu berkesan, tidak cukup diungkapkan dengan kata-kata,” ujar Hj. Ema Siti Maryamah, salah seorang putrinya.
K.H. Ali Imron adalah sosok pemimpin yang lemah lembut tapi tegas dalam berprinsip, pemikiran beliau yang cemerlang menjadikannya dapat diterima oleh semua pihak. Namun meskipun begitu, beliau tetap tawadlu dan tidak ambisius akan jabatan. Beliau adalah sosok yang kharismatik, dan sulit untuk mendapatkan penggantinya,” papar H Saefuddin Ibad.
Sementara Ahmad Yani mengatakan bahwa Pak Haji adalah pendidik yang sederhana tapi sangat berkesan dan disegani oleh para santrinya. Beliau adalah sosok yang tegas dan bijaksana, dalam memutuskan suatu hal beliau selalu banyak melakukan pertimbangan terlebih dahulu, itu menjadikannya sosok yang kharismatik.
KH Ali Imron menikah dengan Hj. Ido Hamidah salah satu putri dari KH Ruhiyat pengasuh Pondok Pesantren Cipasung, saudari kandung K.H. Ilyas Ruhiat, Rais `Am NU 1991-1999. Dari pernikahannya tersebut beliau dikaruniai tujuh orang putra dan empat orang putri, yaitu: H Ahmad Faisal Imron, H Ahmad Fauzi Imro, H Ahmad Luthfi, H Ahmad Fahmi Mubarok, Hj Elly alawiyah, Ahmad Makki (alm), H Ahmad Fuad Ruhiyat, Hj Nur Aisyah, Hj Zia Mahmudah, Hj Ema Siti Maryamah, Ahmad Win (alm).
Posting Komentar untuk "Kyai Ali Imron, Tokoh NU Lembur Awi"